Rabu, 23 Januari 2013

Tempe adalah salah satu makanan tradisional masyarakat Indonesia. Selain harganya yang murah, tempe juga bisa Anda dapatkan dengan mudah.
Jangan-Lagi-Remehkan-Tempe!Mungkin sebagian dari Anda menganggap bahwa tempe adalah makanan kelas bawah yang kurang bergengsi jika dihidangkan sebagai menu utama, apalagi jika Anda sedang menjamu tamu istimewa.
Tapi tahukah Anda bahwa kandungan gizi tempe tidak kalah kelas dengan makanan mewah lainnya?

Kandungan Gizi Tempe

Tempe dibuat dari kacang kedelai yang difermentasikan dengan jamur Rhizopus oligosporus. Menurut penelitian terbaru, kandungan gizi tempe disejajarkan dengan kandungan gizi yang ada pada yogurt. Tempe merupakan sumber protein nabati. Mengandung serat pangan, kalsium, vitamin B dan zat besi. Kandungan antibiotika dan antioksidan di dalamnya dapat menyembuhkan infeksi serta mencegah penyakit degeneratif. Dalam 100 gram tempe mengandung protein 20,8 gram, lemak 8,8 gram, serat 1,4 gram, kalsium 155 miligram, fosfor 326 miligram, zat besi 4 miligram, vitamin B1 0,19 miligram, karoten 34 mikrogram.

Baik untuk Semua Usia

Tempe merupakan hasil olahan kedelai melalui proses fermentasi. Selama proses fermentasi berlangsung, kedelai akan mengalami perubahan nilai gizi dan tekstur. Enzim pencernaan pun akan dihasilkan oleh Rhizopus oligosporus (kapang tempe) selama proses fermentasi berlangsung, itulah yang membuat tempe lebih nyaman di lambung.
Pengolahan kedelai menjadi tempe juga turut menurunkan kadar stakiosa dan raffinosa, dua zat penyebab perut kembung. Tak hanya itu, tempe juga memiliki kandungan protein yang cukup tinggi. Dalam 100 gr tempe terkandung sekitar 20,8 gr protein, sehingga cocok dijadikan menu harian bagi Anda yang menerapkan diet tinggi protein.
Keutamaan tempe yang lain adalah, karbohidrat, protein, dan lemak sehat yang terkandung di dalamnya lebih mudah dicerna dan diserap tubuh. Baik dikonsumsi oleh anak-anak untuk mengoptimalkan pertumbuhan atau menjaga fungsi organ tubuh bagi orang dewasa.

Sehat untuk Jantung

Dalam beberapa tahun terakhir, protein kedelai telah menjadi ikon baru dalam menjaga kesehatan jantung. Penelitian juga telah membuktikan bahwa kandungan protein dalam tempe dapat menurunkan kolesterol jahat sebesar 30-45 persen.
Seperti kita ketahui bahwa kolesterol jahat (LDL) adalah faktor penyebab tersumbatnya pembuluh darah yang dapat memicu serangan jantung dan stroke. Penelitian juga menyebutkan bahwa tempe dapat meningkatkan kadar HDL atau kolesterol baik dalam darah, yang berguna untuk menekan jumlah kolesterol jahat dan mengeluarkannya dari dalam tubuh.

Mengendalikan Gula Darah

Tempe juga aman dikonsumsi bagi penderita diabetes. Kandungan protein dan serat yang terdapat dalam tempe mampu mencegah naiknya kadar gula darah. Penderita diabetes biasanya lebih berisiko mengalami aterosklerosis atau radang pembuluh darah yang berhubungan dengan penyakit jantung, sehingga harus menjaga kadar kolesterol darah tetap rendah. Inilah mengapa mengonsumsi tempe baik bagi penderita diabetes.

Mencegah Kanker

Kandungan serat dalam tempe tak hanya efektif untuk memperbaiki kinerja saluran cerna, tapi juga ampuh dalam mengikat racun dan kolesterol penyebab kanker dan membuangnya dari dalam tubuh. Racun yang telah terikat tidak dapat merusak sel-sel dalam tubuh. Penelitian yang dilakukan di Universitas North Carolina, Amerika Serikat, menemukan bahwa genestein dan phytoestrogen yang terdapat pada tempe ternyata juga dapat mencegah kanker prostat, payudara dan penuaan dini.
Begitu besar manfaat kesehatan yang ditawarkan makanan murah ini bagi Anda. Kalau begitu, kenapa musti malu mengonsumsinya?

Tak Percaya Dokter, Ibu Ini Temukan Tumor Anaknya dengan Bantuan Googlehttp://health.detik.com/read/2013/01/23/132658/2150649/763/tak-percaya-dokter-ibu-ini-temukan-tumor-anaknya-dengan-bantuan-google?l992205755

Putro Agus Harnowo - detikHealth
Rabu, 23/01/2013 13:26 WIB

Sabina Jones dan keluarga (Foto: Daily Mail)

Shrewsbury, Inggris, Kadangkala, second opinion diperlukan agar dapat memperoleh penilaian yang akurat. Seperti halnya seorang ibu di Inggris yang tak percaya anaknya didiagnosis migrain oleh dokter. Ternyata anaknya menderita tumor otak setelah ditanyakan ke 'Mbah Google'.

Awalnya Sabina Jones (31 tahun) merasa ada yang tidak beres dengan anaknya, Kian Jones. Kian terus-menerus mengalami muntah, penglihatannya kabur dan pusing selama musim panas. Dia pun diperiksakan ke Rumah Sakit Royal Shrewsbury sebanyak 3 kali.

Hasil diagnosis awalnya menemukan bahwa Kian hanya menderita gastoentritis atau penyakit perut. Karena penyakitnya tak kunjung sembuh, diagnosisnya berubah menjadi migrain. Tapi Sabina tidak percaya begitu saja dan mencari tahu gejala penyakit anaknya di Google.

Hasil pencarian di Google menemukan bahwa dokter biasanya akan merujuk melakukan CT scan untuk mengetahui adanya masalah yang serius. Maka Sabina pun bersikeras kepada dokter agar mau melakukan pemeriksaan CT scan kepada Kian.

Ternyata hasilnya mengejutkan, ada tumor di otak Kian. Dia pun segera menjalani operasi darurat di Rumah Sakit Anak Birmingham untuk menghilangkan tumornya. Kini dia tengah menjalani tahap pemulihan dan kemoterapi rutin sebagai bagian dari pengobatannya.

"Penyakitnya terjadi lagi dengan gejala yang sama dan dia terus-menerus sakit. Saya pikir mereka akan melakukan pemeriksaan lagi. Kalau kita tidak mendorong melakukan CT scan, yang terjadi bisa saja sangat berbeda. Saya pikir terkadang mereka terlalu cepat menganggap ini sebagai hal yang tidak penting. Ini sedikit menakutkan," kata Sabina seperti dilansir Daily Mail, Rabu (23/1/2013).

Setelah Kian mendapat pengobatan, pihak keluarga akan menghadiri pertemuan dengan pejabat rumah sakit untuk membahas bagaimana diagnosis tumor Kian bisa meleset. Pihak rumah sakit juga akan menjamin bahwa kejadian serupa tidak akan terjadi lagi.

Seorang juru bicara untuk Rumah Sakit Royal Shrewsbury mengatakan bahwa pihaknya memiliki prioritas untuk memastikan masyarakat mendapatkan akses layanan kesehatan yang tepat, aman, serta berkualitas ketika membutuhkannya.

"Tumor otak pada anak-anak sangat jarang dan bisa sulit didiagnosis karena gejalanya dapat menyerupai penyakit anak-anak lainnya yang jauh lebih umum dan kurang serius," kata juru bicara tersebut.